Penyakit reumatik merupakan suatu istilah terhadap sekelompok penyakit dengan manifestasi klinis berupa nyeri menahun pada sistem muskuloskeletal, kekakuan sendi serta pembengkakan jaringan sekitar sendi dan tendo. Meskipun kelainan terutama terjadi pada sendi tetapi penyakit reumatik dapat pula mengenai jaringan ekstra-artikuler.
Artritis Reumatoid (Poli-artritis Reumatoid)
Definisi
Artritis reumatoid adalah penyakit inflamasi non-bakterial yang bersifat sistemik, progresif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat sendi serta simetris.
Insidens
Artritis reumatoid merupakan inflamasi kronik yang paling sering ditemukan pada sendi, insidensnya sekitar 3% dari penduduk menderita kelainan ini dan terutama ditemukan pada umur 20-30 tahun, lebih sering pada wanita daripada pria dengan perbandingan 3:1. Penyakit ini menyerang sendi-sendi kecil pada tangan, pergelangan kaki dan sendi-sendi besar pada lutut, panggul serta pergelangan tangan.
Etiologi
Penyebab utama kelainan ini tidak diketahui. Ada beberapa teori yang dikemukakan mengenai penyebab artritis reumatoid, yaitu :
1. Infeksi streptokokus hemolitikus dan streptokokus non-hemolitikus
2. Endokrin
3. Autoimun
4. Metabolik
5. Faktor genetik serta faktor pemicu lainnya.
Pada saat ini, artritis reumatoid diduga disebabkan oleh faktor autoimun dan infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II; faktor infeksi mungkin disebabkan oleh karena virus dan organisme mikoplasma atau grup difterioid yang menghasilkan antigen tipe II kolagen dari tulang rawan sendi penderita.
Kelainan pada sinovial
Kelainan artritis reumatoid dimulai pada sinovial berupa sinovitis. Pada tahap awal terjadi hiperemi dan pembengkakan pada sel-sel yang meliputi sinovia disertai dengan infiltrasi limfosit dan sel-sel plasma. Selanjutnya terjadi pembentukan vilus yang berkembangan ke arah ruang sendi dan terjadi nekrosis dan kerusakan dalam ruang sendi. Apda pemeriksaan mikroskopik di temukan daerah nekrosis fibrinoid yang diliputi oleh jaringan fibroblas membentuk garis radial ke arah bagian yang nekrosis.
KELAINAN PADA TENDO
Pada tendo terjadi tenosinovitis disertai dengan invasi kolagen yang dapat menyebabkan ruptur tendo secara parsial atau total.
KELAINAN PADA TULANG
Kelainan yang terjadi pada daerah artikuler dibagi dalam tiga stadium, yaitu :
Stadium I (stadium sinovitis) - Pada tahap awal terjadi kongesti vaskuler, proliferasi sinovial disertai infiltrasi lapisan sub-sinovial oleh sel-sel polimorf limfosit dan sel plasma. Selanjutnya terjadi penebalan struktur kapsul sendi disertai pembentukan vili pada sinovium dan evusi dan evusi pada sendi/pembungkus tendo.
Stadium II (stadium destruksi) - Pada stadium ini inflamasi berlanjut menjadi kronik serta terjadi destruksi sendi dan tendo. Kerusakan pada tulang rawan sendi disebabkan oleh enzim proteolitik dan oleh jaringan vaskuler pda lipatan sinovia serta oleh jaringan granulasi yang terbentuk pada permukaan sendi (panus). Erosi tulang terjadi pada bagian tepi akibat invasi jaringan granulasi dan akibat resorpsi osteoklas. Pada tendo terjadi tenosinovitis disertai invasi kolagen yang dapat menyebabkan ruptur tendo baik parial maupun total.
Stadium III (stadium deformitas) - Pada stadium ini kombinasi antara destruksi sendi, ketegangan selaput sendi dan ruptur tendo akan menyebabkan instabilitas dan deformitas sendi. Kelainan yang mungkin ditemukan pada stadium ini adalah ankilosis jaringan yang selanjutnya dapat menjadi ankilosis tulang. Inflamasi yang terjadi mungkin sudah berkurang dan kelainan yang timbul terutama oleh karena gangguan mekanik dan fungsional pada sendi.
KELAINAN PADA JARINGAN EKSTRA-SRTIKULER
Perubahan patologis yang dapat terjadi pda jaringan ekstra-artikuler adalah :
OTOT- Pada otot terjadi miopati yang pada elektromiografi menunjukkan adanya degenerasi serabut otot. Degenerasi ini berhubungan dengan fragmentasi serabut otot serta gangguan retikulum sarkoplasma dan partikel glikogen. Selain itu umumnya pada artritis reumatoid terjadi pengecilan/atrofi otot yang disebabkan oleh kurangnya penggunaan otot (disuse atrophy) akibat inflamasi sendi yang ada.
NODUL SUBKUTAN - Nodul subkutan terdiri atas unit jaringan yang nekrotik di bagian sentral dan dikelilingi oleh lapisan sle mononuklear yang tersusun secara radier dengan jaringan ikat yang padat dan diinfiltrasi oleh sel-sel bulat. Nodul subkutan hanya ditemukan pada 25% dari seluruh penderita artritis reumatoid.
PEMBULUH DARAH PERIFER - Pada pembuluh darah perifer terjadi proliferasi tunika intima, lesi pada pembuluh darah arteriol dan venosa. Terjadi perubahan pda pembuluh darah sedang dan kecil berupa artritis nekrotik. Akibatnya terjadi gangguan respon arteriol terhadap temperatur.
Gambaran Klinis
Gambaran klinis artritis reumatoid sangat bervariasi tergantung dari onset, distribusi, stadium dan progresivitas penyakit. Gejala awal terjadi pada beberapa sendi sehingga disebut poli-artritis reumatoid. Persendian yang paling sering terkena adalah sendi tangan, pergelangan tangan, sendi lutut, sendi siku, pergelangan kaki, sendi bahu serta sendi panggul dan biasanya bersifat bilateral/simetris. Tetapi kadang-kadang artritis reumatoid dapat terjadi hanya pada satu sendi dan disebut artritis reumatoid monoartikuler.
Stadium awal biasanya ditandai dengan gangguan keadaan umum berupa malaise, penurunan berat badan, rasa capek pda sendi metakarpofalangeal.
Pada pemeriksaan fisik mungkin ditemukan tenosinovitis pada daerah ekstensor pergelangan tangan dan fleksor jari-jari. Pda sendi besar (misalnya sendi lutut) gejala peradangan lokal berupa pembengkakan, nyeri serta tanda-tanda efusi sendi. Kurang lebih 25% dari penderita akan mengalami masa remisi, tetapi serangan akan timbul kembali seperti semula.
Pada stadium lanjut terjadi kerusakan sendi dan deformitas yang terjadi bersifat permanen, selanjutnya timbul ketidakstabilan sendi akibat ruptur tendo/ligamen yang menyebabkan deformitas reumatoid yang khas berupa deviasi ulnar jari-jari, deviasi radial/volar pergelangan tangan serta valgus lutut dan kaki.
Gambaran ekstra-artikuler yang khas adalah ditemukannya nodul subkutan yang merupakan tanda patognomonik dan ditemukan pada 25% dari penderita artritis reumatoid. Gejala-gejala lain yang dapat dijumpai adalah atrofi otot, limfadenopati, skleritis, sindroma jepitan saraf, atrofi dan ulserasi kulit.
Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan :
1. Peninggian laju endap darah.
2. Anemia normositik hipokrom
3. Reaksi C protein positif dan mukoprotein yang meninggi.
4. Reumatoid faktor positif 80% (uji Rose-Waaler) dan antinuklear faktor positif 80%, tetapi kedua uji ini tidak spesifik.
5. Pemeriksaan cairan sendi melalui biopsi, FNA (Fine Needle Aspiration) atau atroskopi; cairan sendi terlihat keruh karena mengandung banyak leukosit dan kurang kental dibanding cairan sendi yang normal.
Pemeriksaan radiologis
Foto polos - Pada tahap awal penyakti, foto rontgen tidak menunjukkan yang mencolok. Pada tahap selanjutnya terlihat rarefaksi korteks sendi yang difus dan disertai trabekulasi tulang, obliterasi ruang sendi yang memberikan perubahan-perubahan degeneratif berupa densitas, iregularitas, permukaan sendi serta spurring marginal. Selanjutnya bila terjadi destruksi tulang rawan, maka akan terlihat penyempitan ruang sendi dengan erosi pada beberapa tempat.
Pemeriksaan radio-isotop - Pada pemeriksaan radio-isotop, konsentrasi zat radio-isotop terlihat meninggi pada daerah sendi mengalami kelainan.
Diagnosis
Kriteria diagnosis artritis reumatoid adalah terdapat poli-artritis yang simetris yang mengenai sendi-sendi proksimal jari tangan dan kaki serta menetap sekurang-kurangnya 6 minggu atau bila ditemukan nodul subkutan atau gambaran erosi peri-artikuler pada foto rontgen.
Kriteria diagnosis artritis reumatoid menurut American Reumatism Association (ARA) adalah :
Kekakuan sendi jari-jari tangan pada pagi hari (Morning stiffness).
Nyeri pada pergerakkan sendi atau nyeri tekan sekurang-kurangnya pada satu sendi.
Pembengkakan (oleh penebalan jaringan lunak atau oleh efusi cairan) pada salah satu sendi secara terus-menerus sekurang-kurangnya selama 6 minggu.
Pembengkakan pada sekurang-kurangnya salah satu sendi lain.
Pembengkakan sendi yang bersifat simetris.
Nodul subkutan pada daerah tonjolan tulang di daerah ekstensor.
Gambaran foto rontgen yang khas pada artritis reumatoid.
Uji aglutinasi faktor reumatoid.
Pengendapan cairan musin yang jelek.
Perubahan karakteristik histologik lapisan sinovia.
Gambaran histologik yang khas pada nodul.
Berdasarkan kriteria ini maka disebut :
Klasik, bila terdapat 7 kriteria dan berlangsung sekurang-kurangnya selama 6 minggu.
Definitif, bila terdapat 5 kriteria dan berlangsung sekurang-kurangnya selama 6 minggu.
Kemungkinan reumatoid, bila terdapat 3 kriteria dan berlangsung sekurang-kurangnya selama 4 minggu .
Diagnosis banding
Artritis reumatoid harus dapat dibedakan dengan kelainan-kelainan yang menyebabkan poliartritis yaitu :
Ankilosing spondilitis.
Penyakit Reiter.
Artritis gout.
Demam reumatik.
Osteoartritis.
Pengobatan
Oleh karena kausa pasti artritis reumatoid tidak diketahui maka tidak ada pengobatan kausatif yang dapat menyembuhkan penyakit ini. Hal ini harus benar-benar dijelaskan kepda penderita sehingga ia tahu bahwa pengobatan yang diberikan bertujuan mengurangi keluhan/gejala, memperlambat progresivitas penyakit dan yang lebih penting mencegah terjadinya deformitas sehingga penderita tidak harus mengalami kecacatan.
Pada prinsipnya pengobatan yang diberikan bertujuan untuk :
Membantu penderita mengetahui/mengenal penyakit artritis reumatoid yang dideritanya.
Memberikan dukungan psikologis.
Meringankan rasa nyeri sehingga aktivitas penderita tidak terganggu.
Menekan terjadinya reaksi inflamasi.
Mempertahankan fungsi sendi dan mencegah terjadinya deformitas.
Mengoreksi yang telah ada.
Membantu meningkatkan fungsi anggota gerak yang terganggu.
Rehabilitasi penderita.
Penggunaan OAINS dalam Pengobatan AR
OAINS umumnya diberikan pada pasien AR sejak masa dini penyakit ini dimaksudkan untuk mengatasi nyeri sendi akibat inflamasi yang seringkali dijumpai walaupun belum terjadi proliferasi sinovial yang bermakna. Selain dapat mengatasi inflamasi, OAINS juga memberikan efek analgesik yang sangat baik.
Keterbatasan penggunaan OAINS adalah toksisitasnya. Toksisitas OAINS yang paling sering dijumpai adalah efek sampingnya pada traktus gastrointestinal.
Penggunaan Kortikosteroid pada Pengobatan AR
Kortikosteroid memiliki efek anti inflamasi dan imunosupresif, akan tetapi pada AR obat ini tidak terbukti memiliki khasiat untuk mengubah riwayat alamiah penyakit. Karena efek sampingnya yang sangat berat. Penggunaan kortikosteroid sistemik jangka panjang umumnya hanya digunakan untuk pengobatan AR dengan komplikasi yang berat dan mengancam jiwa seperti vaskulitis.
Rehabilitasi Pasien AR
Rehabilitasi merupakan tindakan untuk mengembalikan tingkat kemampuan pasien AR dengan cara :
Mengurangi rasa nyeri.
Mencegah terjadinya kekakuan dan keterbatasan gerak sendi.
Mencegah terjadinya atrofi dan kelemahan otot. Mencegah terjadinya deformitas.
Meningkatkan rasa nyaman dan kepercayaan diri.
Mempertahankan kemandirian sehingga tidak bergantung pada orang lain.
Rehabilitasi dilaksanakan dengan berbagai cara antara lain dengan mengistirahatkan sendi yang terlibat, latihan serta menggunakan modalitas terapi fisis seperti pemanasan, pendinginan, peningkatan ambang rasa nyeri dengan arus listrik. Manfaat terapi fisis dalam pengobatan AR telah ternyata terbukti dan saat ini merupakan salah satu bagian yang tidak terpisahkan dalam penatalaksanaan AR.
Tulisan berasal dari :
http://ilmukeperawatan.wordpress.com