Kenapa kesehatan bibir itu perlu? Bayangkan saja jika kulit bibir sedang kering dan mengelupas. Apa pun yang bersentuhan dengan bibir akan menimbulkan rasa perih. Makan dan minum terasa menyiksa, begitu juga dengan aktivitas bicara, tertawa, atau menguap. Bahkan, tak jarang, kulit bibir pecah-pecah menimbulkan pendarahan.
Biasanya, orang awam menyatakan kondisi seperti itu sebagai gejala "panas dalam", meskipun dalam kamus medis, istilah panas dalam ini tak pernah ada. Ketika mendapati bibir pecah-pecah, berlomba-lombalah orang mengonsumsi berbagai "minuman pendingin" atau "obat panas dalam". Padahal, bibir pecah-pecah hanyalah salah satu indikasi adanya perlakuan yang tidak tepat terhadap bibir, atau bila mengelupas secara bertahap, lalu berganti kulit baru, itu merupakan gejala alamiah biasa.
Warna, bentuk, dan kecenderungan kondisi bibir setiap orang sangat bergantung pada faktor keturunan. Meski demikian, dalam hal keadaan atau sifat kulit bibir, faktor keturunan tak selalu berperan. Orang tua yang memiliki bibir berwarna kehitaman misalnya, tak selalu menurunkan keadaan ini pada anaknya. Namun, bisa saja gejalanya muncul karena kebiasaan buruk.
Cuaca juga memengaruhi kondisi permukaan bibir. Mereka yang tinggal di daerah bersuhu rendah cenderung memiliki bibir kering. Sebenarnya, bukan dinginnya yang mengeringkan, melainkan karena rendahnya kelembapan. Akibatnya, kulit mengering dan mengelupas. Alhasil, warna bibir jadi suram dan kusam.
Selain faktor cuaca, pada perempuan, permukaan bibir juga bergantung pada keseimbangan hormon estrogen. Kalau estrogen cukup, bibir tampak halus dan sehat. Namun, estrogen yang kelewat banyak atau terlalu sedikit dapat mengundang bencana. Misalnya, warna bibir cenderung hitam. Pengaruh estrogen juga tampak pada kulit di bagian tubuh lainnya. Wajah wanita hamil misalnya, sering lebih bercahaya. Ini akibat hormon yang merangsang pemekaran pembuluh darah.
Estrogen juga diketahui membantu proses perbaikan dan pergantian kulit (regenerasi), termasuk pada kulit bibir. Proses ini berlangsung rutin dan terus-menerus selama estrogen masih ada. Pada masa menopause, kadar estrogen menurun tajam dan proses regenerasi melemah, hingga terhenti sama sekali. Tanpa regenerasi, kulit tak bisa melindungi dan melembapkan diri sendiri dan berangsur-angsur mengerut, lalu mengendur.
Sementara mengenai kebiasaan merokok, sebenarnya semua orang sudah tahu bahwa ini juga membawa kerugian bagi kesehatan bibir. Awalnya, efek rokok tak begitu terasa. Namun, setelah pengisapnya terjebak dalam ketergantungan, bibir yang tadinya tampak cerah, perlahan-lahan berubah jadi warna ungu kehitaman. Perubahan warna ini disebabkan oleh pengaruh suhu.
Saat diisap, panas rokok mengenai bibir sehigga sel-sel darah merah jadi "terpanggang" dan mengalami kematian. Sel-sel darah merah yang mati tadi akan memproduksi pigmen yang kemudian tertimbun di bibir dan memicu warna hitam pada lapisan luar bibir. Selain itu, setiap hasil pembakaran pada ujung rokok akan menimbulkan karbon, yang juga akan menambah pekat warna bibir.
Perlu diingat, selain mengundang efek yang buruk pada kulit dan bibir, rokok juga amat mengganggu penampilan gigi. Ya, bagaimanapun merokok pasti lewat mulut maka dengan segera tar yang terkandung dalam rokok bersentuhan dengan gigi. Awalnya, gigi jadi kekuningan. Lama-lama, berubah jadi kecokelatan, lantas menghitam.
Kalau bibir sudah berwarna hitam, lalu gigi pun turut berubah warna, lenyaplah pesona senyum seorang perempuan. Tak ada pilihan lagi selain berhenti merokok. Selain itu, untuk mengembalikan pertumbuhan dan pertukaran sel-sel darah merah, cobalah megonsumsi makanan yang banyak mengandung A, B, C, dan E.
Akibat kosmetikBagaimana dengan gatal-gatal atau alergi kulit bibir? Apakah keadaan ini merupakan penyakit kulit?
Selain karena makanan, gejala alergi bisa muncul karena zat kimia yang terkandung dalam lipstik, seperti zat pengilat, pencemerlang, atau pewanginya. Jika bahan kimia tadi tidak terlalu keras, biasanya reaksi alergi akan menghilang dengan sendirinya. Namun, jika kondisinya parah, bisa berkembang jadi hiperpigmentasi (bercak-bercak hitam) pada bibir.
Penyebab lainnya adalah bahan pengawet dalam lipstik. Sebenarnya, pengawet berfungsi mengusir bakteri dalam produk. Akan tetapi, bagi yang peka, dialah biang iritasi pada kulit bibir. Kadang-kadang, pengawet ini menimbulkan bintik-bintik seperti jerawat pada bibir. Jika penyebabnya sudah diketahui secara pasti, cara menyembuhkannya gampang saja, yakni berhenti menggunakan lipstik yang menimbulkan alergi. Secara berangsur, gejala alergi akan hilang sendiri.
Belakangan, banyak rumah kecantikan yang menawarkan perawatan bibir agar berwarna merah alami. Selama ini memang belum pernah diadakan penelitian mengenai tingkat keamanan obat atau krim pemerah alami. Hanya, biasanya proses pemerahan bibir menggunakan krim membuat tingkat sensitivitas bibir jadi lebih tinggi.
Jika perlu, selalu bersihkan bibir menggunakan pembersih sebelum tidur. Ini penting untuk mensterilkan bibir dari bahan-bahan kimia lipstik yang tersisa. Untuk menjaga kelembapannya, oleskan pelembap bibir tanpa warna sebelum tidur malam. Cara ini lebih efektif dibanding melakukannya di siang hari. Pasalnya, saat tidur, bibir tidak banyak bergerak sehingga pelembap dapat meresap optimal. Bagi bibir sensitif, pilihlah pelembap tanpa parfum.
Hindari konsumsi snack ringan seperti keripik asin atau kwaci yang berlebihan. Hal ini bisa menyebabkan kulit bibir mengeriput atau teriritasi untuk sementara. Untuk menetralisasinya, bersihkan bibir menggunakan pembersih, lalu oleskan vitamin yang dilengkapi pelembap bibir. Jaga pula kebersihan gigi dan mulut. Karena bukan tak mungkin, bakteri yang menempel pada gigi menjalar pada bibir melalui air liur. Jika ada luka terbuka sedikit saja pada bibir, bakteri ini berpotensi menimbulkan infeksi ringan.
Demi bibir sehat, jangan kesampingkan sayuran dan buah-buahan segar dalam menu sehari-hari. Minumlah delapan gelas sehari. Kulit bibir mengering kadang-kadang merupakan pertanda kekurangan cairan tubuh.
Karena bibir merupakan organ penting, akan lebih baik jika kita merawatnya sejak dini. Bagaimanapun, setiap hari, bibir akan selalu kita gunakan, bahkan di saat kita sedang "puasa" berbicara" sekalipun. Dengan demikian, tak ada alasan untuk mengabaikan organ tubuh yang satu ini. Lagi pula, bukankah kecantikan bibir dapat mendominasi nilai kecantikan fisik seseorang?
Ssumber :
http://www.dunia-wanita.com, (dr. Nita Yoenika)